Tantangan Kepemimpinan Muda
Sabtu, 03 Januari 2009
Wacana kepemimpinan oleh kaum muda terus berembus kencang. "Saatnya kaum
muda memimpin" bergerak menjadi narasi besar pada tahun ini. Gaungnya makin
membumi tatkala Pemilu 2009 makin di depan mata. Kepemimpinan kaum muda
menjadi sesuatu yang dirindukan kehadirannya. Lahir dari keresahan akan
hegemoni kaum tua dalam lingkaran kepemimpinan nasional.
Hasrat itu kian menguat manakala menyaksikan kegagalan kaum tua dalam menata
dan memberdayakan bangsa ini
Kaum tua dianggap telah membawa bangsa ini
menuju jurang kehancuran yang kian dalam. Kepemimpinan kaum muda pun
disodorkan sebagai solusi karena kaum muda dianggap memiliki kompetensi,
integritas, kapabilitas, kreativitas, progresivitas, dan idealisme.
Keterbebasan kaum muda dari dosa masa lalu melahirkan harapan adanya
komitmen moral untuk membangun bangsa ini secara lebih baik.
Kaum Muda di Pentas Dunia
Sebelum 'demam Obama' melanda dunia, kita sudah disuguhkan para pemimpin
baru di pentas politik dunia yang memimpin negaranya sebelum mencapai usia
50 tahun. Dari Amerika Latin muncul Evo Morales, Presiden Bolivia yang
berusia 49 tahun. Mahmoud Ahmadinejad terpilih menjadi Presiden Iran pada
usia 49 tahun. Barack H. Obama yang sempat sekolah di sebuah sekolah dasar
negeri di Menteng, Jakarta Pusat, kini dalam usianya yang ke 47 tahun,
menjadi calon kuat presiden Amerika Serikat. Mereka bukan sekedar mengisi
sejarah kepemimpinan negaranya, tetapi menjadi idola baru, simbol perlawanan
dan juga harapan bangsanya.
Kendala Kaum Muda
Namun kepemimpinan kaum muda tentu saja bukan sesuatu yang mudah diraih.
Terlebih sistem rekruitmen politik dan kepemimpinan nasional saat ini tidak
cukup leluasa memberi ruang bagi kaum muda. Kaum muda Indonesia harus mampu
menjawab tantangannya sendiri. Terdapat sejumlah kendala yang bisa
menghadang kaum muda untuk tampil dan berperan dalam pentas politik Tanah
Air. Pertama faktor pengalaman. Umumnya kaum muda bisa dibilang miskin
pengalaman dalam "memikat" hati rakyat. Seseorang bisa tampil di panggung
utama politik jika dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu kemampuan "memikat"
hati rakyat menjadi sangat penting.
Statistik hasil pemilihan kepala daerah membuktikan kaum tua masih cukup
dominan memenangi pilkada. Masyarakat belum yakin dengan kepemimpinan kaum
muda karena belum cukup informasi dan bukti tentang kemampuan kaum muda.
Kedua, faktor "perlawanan" kaum tua yang masih memegang kuat hasrat
kekuasaan mereka. Sudah pasti ini akan menghambat laju kaum muda menuju
pentas utama politik baik di pusat maupun daerah. Ini dibuktikan dengan
sering tenggelamnya isu kepemimpinan kaum muda dengan dalih tidak ada
ketentuan perundangan soal usia pemimpin. Isu pemimpin muda juga sering
ditekan dengan alasan kaum muda belum terbukti berhasil dalam kepemimpinan.
Dari sudut sistem politik, sinyalemen itu bisa dibuktikan dengan membedah
sistem dan mekanisme partai politik yang dirancang sedemikian sehingga sulit
bagi kaum muda untuk menggeser posisi kaum tua.
Faktor ketiga adalah tantangan "mengendalikan" birokrasi manakala kaum muda
sudah berhasil menggenggam kekuasaan. Kita bisa belajar dari kepemimpinan
Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (Hade) di Jawa Barat. Dibutuhkan waktu lebih dari
100 hari pemerintahan mereka untuk melakukan reformasi birokrasi. Ini tak
lepas dari fakta bahwa lebih dari 90 persen level kepemimpinan di birokrasi
adalah kaum tua yang banyak terkait persoalan masa lalu.
Gagasan Perubahan
Namun demikian meski menghadapi aneka tantangan di atas, kaum muda harus
terus maju karena bangsa ini membutuhkan pemimpin baru yang memiliki
semangat, idealisme, integritas, dan terutama komitmen moral untuk membangun
bangsa. Kaum muda harus aktif memberi pencerahan politik sehingga masyarakat
terlibat dalam arus revolusi kepemimpinan di bilik-bilik suara.
Sebagai langkah awal kaum muda harus memberi bukti kepada rakyat bahwa kaum
muda membawa perubahan bangsa. Kita dapat belajar dari Barack Obama yang
mampu memikat hati masyarakat AS, bahkan masyarakat dunia melalui
penyampaian visi dan gagasan pembangunannya.
Jadi, kaum muda harus mulai membangun citra, menunjukkan potensi diri,
berupaya meraih simpati rakyat, sehingga rakyat memilihnya sebagai wakil
rakyat dan pemimpin.
Kaum muda juga perlu menggalang kekuatan dan solidaritas di antara sesama
pemuda untuk membenahi rekruitmen politik. Saat ini solidaritas di kalangan
aktivis pemuda masih terbelah dalam isu dan kepentingan sektoral. Kaum muda
belum satu kata dalam menggalang visi kepemimpinan kaum muda di Indonesia.
Di tengah itu semua, ada juga kabar menggembirakan dengan masuknya para
aktivis muda ke ruang publik melalui partai politik. Boleh jadi ini jalan
pintas untuk menampilkan kepemimpinan kaum muda. Namun ke depan masalah
rekruitmen politik harus menjadi agenda besar kaum muda. Rekrutmen politik
menjadi sangat penting karena merupakan indikator yang sensitif dalam
melihat nilai-nilai dan distribusi pengaruh politik dalam sebuah masyarakat
politik. Memperbaiki rekrutmen politik berarti memuluskan jalan kaum muda
menuju pentas politik nasional. Kini saatnya bagi kaum muda untuk
merealisasikan gagasan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar